Ika Natassa, Dari Bank Hingga ke Layar Lebar

ika-natassa-bank-hingga-layar-lebar
Ika Natassa

Bagi pencinta novel metropop di Indonesia tentu sudah tidak asing lagi dengan karya-karya Ika Natassa. Kompleksitas kisah romansa yang disajikan membuat pembaca kecanduan untuk terus mengikuti kisahnya hingga selesai. Wajar saja, jika semua novelnya menjadi Novel Best Seller, yang banyak dicari oleh para wanita urban. Mulai dari A Very Yuppy Wedding, Divortiare, Antalogi Rasa, Twivortiare hingga Critical Eleven yang kabarnya akan segera tayang di layar lebar.

Ika Natassa memang memiliki gaya penulisan yang cukup unik. Ia selalu berhasil mengangkat kehidupan urban dengan konflik asmara yang kerap terjadi pada masyarakat perkotaan. Secara lihai, ia mampu mengemas cerita dengan lebih indah melalui quote dan kisah-kisah yang berhasil mengaduk-aduk perasaan pembaca. Melalui sebuah interview dengan redaksi Banananina, Ika menceritakan kecintaannya terhadap kegiatan menulis dan filmnya yang akan datang.

Ika-Natassa-bank-hingga-layar-lebar
Salah satu novel Ika Natassa

Berprofesi sebagai bankir di salah satu bank milik pemerintah, Ika Natassa mengaku menulis merupakan hobinya sejak kecil. “Aku mulai menulis cerita pertama saat masih SD, dan novel pertama saat masih SMP.”

Namun ia menyatakan bahwa tak ada orang tertentu yang betul-betul menginspirasinya dalam menulis. Selama menulis, Ika Natassa mengaku sumber inspirasinya bisa berasal dari mana saja. Mulai dari kejadian yang ia alami, lihat dan rasakan, serta tempat-tempat yang pernah ia kunjungi. Membaca novel Ika sama seperti melihat kehidupan wanita urban secara nyata, hal itu terjadi karena cerita-cerita seperti itulah yang sangat dekat dengan kehidupannya sebagai wanita karir.

Bagai sebuah cita-cita, Ika Natassa tidak hanya ingin menyajikan cerita kepada pembaca, tapi juga ingin menyajikan cerita dari kisah yang sebetulnya ingin ia baca. “I just write what I want to read,” dan kini, impiannya tersebut telah tercapai. Ia berhasil untuk membaca kisah ciptaannya yang juga menjadi favorit wanita lainnya, bahkan tak sedikit pria yang juga menyukai karya-karya Ika.

Proses pengerjaan setiap novel memiliki kesan tersendiri bagi Ika. Apalagi dia selalu membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan tulisannya. “Jika berbicara tentang proses pengerjaan, masing-masing novel memiliki durasi pengerjaan yang berbeda-beda. Antologi Rasa yang memakan waktu 3.5 tahun dan Critical Eleven yang lebih dari 2 tahun.  The Architecture of Love pengerjaannya cukup singkat hanya 6 bulan tapi proses development-nya unik karena diawali dari poll story (serial di Twitter).”

Critical Eleven the movie

Ika-Natassa-Bank-Hingga-Layar-Leba
Poster Film Critical Eleven

Saat ini, selain masih aktif bekerja sebagai bankir, Ika sedang sibuk terlibat dalam proses syuting Critical Eleven. Critical Eleven adalah novel Ika yang pertama kali difilmkan. Butuh waktu berbulan-bulan baginya untuk akhirnya menyerahkan hak adaptasi novel tersebut kepada Starvision dan Legacy Pictures. Novel tersebut memiliki ikatan rasa yang paling dekat dengannya sehingga setelah ia merasa yakin bahwa pihak yang mengadaptasi ceritanya bisa memahami dan menghayati jiwa dari cerita dalam novelnya itu, Ika baru setuju untuk melakukan kerjasama.

Ketika ditanya apa yang menarik dari novel tersebut, Ika menyatakan, “Salah satu yang berbeda di Critical Eleven dibandingkan dengan novel-novelku yang lain adalah dari segi cara bercerita dan kompleksitas karakternya. Critical Eleven, aku ceritakan seakan-akan menyusun kepingan puzzle di setiap babnya, tidak linear.  Dari segi karakterisasi, baru kali ini aku mengeksplorasi karakter perempuan dan laki-laki yang range emosinya luas, mulai dari perasaan sendiri, jatuh cinta, patah hati, hubungan dengan pasangan, hubungan dengan orangtua dan keluarga, sampai hubungan dengan sahabat.”

A corner at Ale & Anya’s house: penggalan scene dalam film Critical Eleven

Ika terlibat langsung dalam pengembangan filmnya, mulai dari pengembangan sinopsis, pengembangan skenario sampai pemilihan pemeran dan kru. Dia menceritakan tugasnya dalam pembuatan skenario film itu, “Concern utamaku selama proses ini adalah menjaga keutuhan karakter-karakternya dan juga the heart of the story.”

Dalam sebuah film yang diadaptasi dari novel, perubahan cerita biasa terjadi untuk membuat alur film lebih menarik. Ika menyadari betul hal tersebut, namun ia mengatakan bahwa perubahan ini bersifat minor dan tidak akan keluar dari cerita yang ia bangun.

Reza Rahadian sebagai Ale dan Adinia Wirasti sebagai Anya dalam Critical Eleven

Mengenai pemilihan aktor dan aktris pada film Critical Eleven, Ika bersama produser dan casting director telah berdiskusi dan sepakat memilih Reza Rahardian dan Adinia Wirasti sebagai pemeran utama.

“Aku sudah lama mengagumi akting Reza Rahadian dan Adinia Wirasti, dan aku yakin bahwa kompleksitas karakter Anya dan Ale yang emosinya berlapis-lapis paling pas dihidupkan di layar lebar oleh Reza dan Asti. Chemistry di antara keduanya sudah berkali-kali terbukti di film-film sebelumnya dan akan terasa semakin kuat di film Critical Eleven ini.”

Critical Eleven rencananya akan rilis pada bulan Mei 2017. Dari hasil pantauan redaksi Banananina, baik di sosial media maupun beberapa forum, sudah banyak yang ingin segera menyaksikan film tersebut. Tingginya antusiasme pembaca karya-karya Ika Natassa juga membawa dampak positif bagi novelnya yang lain. Ika memberikan bocoran bahwa beberapa novelnya juga akan diangkat ke layar lebar.

“Antologi Rasa dan The Architecture of Love sudah dipegang hak adaptasinya oleh Soraya Films, sementara Twivortiare sudah dipegang hak adaptasinya oleh MD Pictures.”

ika-natassa-bank-hingga-layar-lebar
Ika Natassa bersama karyanya

Sebelum menutup sesi interview, Ika menyampaikan pesannya kepada anak-anak muda yang ingin menjadi penulis seperti dirinya. “Mustahil kita bisa menjadi penulis yang berkembang jika malas membaca. Sebenarnya fokus dan tujuan saat menulis adalah jangan supaya buku itu menjadi best seller, tapi cukup bercerita dari hati saja. Menceritakan kisah-kisah yang kita peduli dan dekat dengan diri kita sendiri, sehingga kata-kata yang dilahirkan juga memiliki “nyawa” dan “rasa” yang khas. Paling gampangnya adalah dengan mengingat satu hal ini: tulislah apa yang kau sendiri ingin baca.”

Karena menulis memang menjadi hobinya, Ika Natassa mengaku bahwa menulis adalah kegiatan yang menyenangkan untuk mengisi waktu luang sehingga ia tidak merasa terbebani untuk mendapatkan mood menulis.

“Aku sendiri tidak pernah memaksakan diri harus menulis setiap hari atau dalam periode tertentu. Kalau memang sedang tidak mood ya aku tidak menulis dulu dan melakukan kegiatan-kegiatan lain supaya rileks, seperti menonton, hang out dengan teman, jalan-jalan, membaca,” tutup wanita yang berdomisili di Medan ini saat  mengakhiri sesi interview dengan redaksi Banananina, yang juga tidak sabar untuk segera menyaksikan karya-karya Ika Natassa selanjutnya.

 

Send a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *